The New Housewife in Town
Long time no writeee!! Hello wix, hello blank white page that in a minute will not blank anymore, and hello you, whoever reading this, I hope you're doing great!
I know the last time I wrote something in this blog I was in the middle of preparing my wedding day, it was pretty hectic and I had to deal with so many changes in my life, so I was kinda in a process to suck it all up. Sekarang, Alhamdulillah sudah genap 4 bulan saya menjadi seorang Istri dan InshaAllah approximately in 6 months I will become a mother. Rasanya, ini 4 bulan tercepat yang pernah saya rasakan. Biasanya nih pas masih single, dalam waktu 4 bulan ya progress hidup masih sangat sedikit, dinamika kehidupan paling hanya seputar pekerjaan di kantor. Tapi sesudah menikah, dalam waktu 4 bulan, banyak banget hal-hal yang memaksa saya harus segera beradaptasi karena banyak juga perubahan tanggung jawab dari wanita single ke seorang "Housewife" . Ya saya memakai istilah housewife karena walaupun saya masih full time kerja, tapi ga bisa dipungkiri kalau urusan dapur dan manage kebutuhan serta kebersihan rumah itu masih menjadi tanggung jawab utama seorang istri.
Jadi, apa saja big changes yang saya alami setelah saya menikah yang membentuk diri saya menjadi Rani yang sekarang? (the photo I use in this picture is not mine, I got it from Google)
1. Pindah Rumah
Sebenarnya keputusan untuk langsung tinggal berdua ga out of the blue dan tiba-tiba. Hal ini sudah kita bicarakan the minute he asked me to marry him. The thing that you guys should take a note here is I never live outside my comfort zone, meaning, saya gapernah ngekos, live abroad, student exchange ke kota lain yang hanya beberapa bulan aja saya gapernah! Because I just love living under the same roof with my parents (alias manja huhu). Kebayang kan ketika abis resepsi pernikahan lalu H+2 hari langsung pindahan ke rumah baru.
Apalagi rumah waktu itu masih dalam keadaan kosong melompong (kecuali kamar tidur dan beberapa kebutuhan dapur) karena selama menyiapkan pernikahan kami berdua bener-bener ga ada waktu untuk berbelanja kebutuhan rumah dan saya juga ga terlalu nyaman ngomongin isi rumah kalau bener-bener belum sah nikah, "takut melangkahi Allah" pikir saya. Jadilah beberapa bulan pertama, saya masak sarapan, bersih-bersih dibantu go clean, dan cuci piring setiap malam, well kadang-kadang masak makan malam juga. Karena rumah saya yang sebenernya ga begitu jauh dari kantor tapi macetnya kebangetan, suami saya harus saya suapin di mobil sambil nyetir biar ga telat. So jadilah saya melewati milestone pertama saya, be the manager of my own house! setelah hampir 26 tahun apa-apa di manage sama Ibu.
Di waktu yang sama, harus mikir juga apa aja yang harus dicicil untuk isi rumah, bagaimana mengatur cash flow nya, karena sebenernya diantara kami berdua, yang jago cari uang itu memang suami saya, beliau juga jago nabung dan investasi. But still yang lebih tau pengeluaran apa saja yang dibutuhkan sehari-hari itu tak lain dan tak bukan adalah saya. Ini akan saya bahas di poin selanjutnya.
2. Jadi Menteri Keuangan
Suami saya dan mungkin suami-suami lainnya mungkin tidak akan sadar dan keep track kapan harus beli bawang, cabe, telor, saus teriyaki dll. They won't even care, dan kita memang gabisa marah sama mereka, udah kodratnya demikian. Selain itu, saya juga harus tetap keep going beli isi rumah yang essentials alias penting! Jadi, saya harus mengatur pengeluaran untuk bulanan dan isi rumah. Kalau saya serahkan keputusan apa yang harus dibeli dulu untuk isi rumah ke suami saya, mungkin beliau akan bilang "working room" atau "workshop room" untuk kerja dirumah. Well itu mungkin penting, tapi masih jadi urutan ke sekian, sedangkan pasti wanita masih lebih memiliki "sense" apa aja yang benar-benar dibutuhkan dalam waktu dekat dan untuk kepentingan bersama. Jadi saya selalu mencatat barang-barang yang harus saya beli tetapi ga harus dibeli di waktu yang bersamaan, karena saya gamau jatah untuk nabung jadi berkurang atau malah gabisa nabung.
Jadi solusinya dicicil! Misal bulan ini beli microwave, blender, bulan depan beli gorden baru, rak, dan perintilan lainnya yang kalau digabung jadi seharga microwave dan blender. Intinya semua sudah ada budgetnya dan pos nya masing-masing. Alhamdulillah suami memberi saya kebebasan untuk mengatur prioritas apa saja yang harus dibeli untuk di rumah, jadi setelah saya research harga dll saya bisa langsung report ke beliau dan kalau beliau oke, kita bisa langsung belanja! (the best part is belanja am I right? lol).
3. Hamil
YES! And the miracle happened! I got pregnant on my second month of marriage! Bener-bener ga nyangka! Kami memang ga menunda dan berencana langsung punya anak, and we were trying quite hard. Karena awalnya, saya ngira saya itu ada PCOS karena mens saya yang sangat tidak teratur dan sekalinya mens sakittt banget. Dulu sampe pernah bilang ke suami saya, maaf kalau nanti susah punya anak, saya gatau apa yang saya derita. Saya sempat nawarin check up pra-nikah dulu, tapi beliau gamau, katanya InshaAllah mau nerima apa adanya, sayapun langsung membentuk mindset yang sama.
Tapi sungguh kuasa Allah memang melebihi apapun, saya dinyatakan memiliki usia kandungan 4 minggu di minggu ketiga bulan Ramadhan. Betapa senangnya kami berdua saat itu, seperti dikasi THR besar di bulan suci. Tak disangka-sangka ternyata kehamilan saya bukan tipe kehamilan yang "kebo" (istilah kehamilan dimana sang ibu tidak merasa mual, bisa makan apa saja, dan tidur enak). Saya merasakan lemas, pusing, dan mual yang luar biasa selama 24 jam setiap hari, dan saya masih mempunyai kewajiban sebagai seorang istri dan seorang pegawai di kantor saya. Dengan segenap tenaga saya masih berusaha keras untuk memenuhi tanggung jawab saya. Dengan keadaan all day sickness yang luar biasa saya tetap harus bangun pagi, menyiapkan sarapan, dan bekerja secara profesional di kantor. Di bulan berikutnya akhirnya ART yang kami harapkan sudah bisa mulai bekerja. Saya lega banget, karena dengan keadaan fisik saya yang lemah, saya takut suami dan rumah tak keurus. Setelah kami berhitung biaya go clean, laundry kiloan, go food dll, ternyata biaya ART tak jauh berbeda, bahkan malah lebih hemat karena rumah bisa dibersihkan setiap hari.
Kalau ditanya tips hamil bingung sih, karena kami berdua pun mencoba dan abis itu pasrah aja. Tapi memang suami saya itu strict banget masalah makanan, beliau sangat anti junk food dan jajanan tidak sehat (kebalikan saya banget :p) Jadi setelah menikah, mau gamau saya harus mengikuti pola makan beliau. Karena memang terkadang makanan ga sehat itu bisa menimbulkan banyak penyakit seperti obesitas pada laki-laki dan kista pada perempuan. Walaupun ujung-ujungnya semua itu qadarullah takdir dari Allah Subhana hu wa'ta'la .
4. Punya keluarga sendiri
Four months ago I'm still a single girl who has responsibility just as big as my own room. All I have to do is to obey my parents and I can eat well, live peacefully, and do whatever I like. Right now, I have partner that I have to cooperate with everyday in order to have a better life for the three of us. Apapun yang saya pikirkan, dan keputusan apapun yang saya akan ambil, saya harus mendiskusikan dan meminta ridho kepada suami saya dulu. Memang tanggung jawab keluarga lebih besar di pemimpin keluarga yaitu suami, tetapi tanggung jawab saya lah untuk membuat suami bahagia dan menciptakan keadaan rumah yang nyaman untuk ditempati, menurut saya, itu tanggung jawab yang tidak boleh diremehkan. Suddenly, my responsibility is not just taking care of my self, but taking care of my husband, my soon to be child, and even my house assistant. Saya sadar saya gabisa selama nya jadi anak ibu, disini, saya lah ibu saya sayalah yang harus bergerak, berfikir, dan take action. Kalau engga, ga kebayang rumah jadinya seperti apa.
And that's four major changes that I'm dealing with in the past four months! It is in fact a roller coaster journey, and I'm so blessed I have a kind and patience partner that willing to sit with me on the ride. Despite all the hardship, the drama (which mostly occurred because I'm such a drama queen), I'm never alone, I have Rizki who always been very patience, supportive and always comfort me in a hard time.
Karena inilah saya juga mau menyarankan untuk para single ladies diluar sana, kalau memilih suami yang sabar itu PENTING banget! Karena mood swingnya perempuan itu benar-benar tak terduga, dan pastinya kita membutuhkan laki-laki yang lebih bisa menerima mood swing tersebut dengan logic dan toleransi, bukan malah dibales mood swing juga.
Last but not least, always do what you love and passionate about. Saya sendiri tipe yang ga terlalu suka menghabiskan waktu untuk beres-beres, I'm not very passionate about cleaning dishes, and washing clothes etc. Saya lebih suka menghabiskan waktu untuk manage rumah dengan bantuan ART, dan doing what I love which is working as marketer, writing, reading and planning things. Membantu suami mencari nafkah juga merupakan pahala, bukan begitu?
Saya yakin banyak housewife yang passion nya sama seperti saya, dan banyak juga yang passionnya mengurus pekerjaan rumah. Tidak ada yang salah atau benar dalam hal ini, ibaratnya orang yang passionnya jadi penari dan yang passionnya jadi penyanyi tidak ada yang salah atau benar kan? Sama-sama passion, hanya kegiatannya saja yang berbeda. Working moms bukan berarti ga mengurus rumah, dan full time housewife bukan berarti malas-malasan dan tidak ngapa-ngapain. Just do whatever makes you happy :)